
FIRST TWO HANDS #1
ANDYKA SETIABUDI
BARSAMA
ANDYKA SETIABUDI
BARSAMA
Barsama, sebuah slow bar coffee & tea yang berlokasi di Open Door, Alam Sutera lahir dari perjalanan yang sangat personal. Berawal dari rutinitas menyeduh kopi di kantor, berkembang menjadi eksplorasi mendalam terhadap alat dan biji kopi, hingga akhirnya menjadi ruang kolaboratif yang hidup. Dimulai dari pop-up kecil dengan semangat berbagi, Barsama tumbuh menjadi tempat persinggahan kreatif, di mana kopi bukan sekadar minuman, tapi medium untuk bertemu, berbagi cerita, dan bereksperimen bersama. Di sini, setiap cangkir kopi membawa potensi cerita baru, setiap percakapan bisa membuka peluang, dan setiap hari adalah undangan untuk tumbuh bersama.





Dulu gue tuh jarang-jarang minum kopi, minumnya juga kopi sachet. Tapi di 2018 pas gue kerja, gue baru terpapar specialty coffee, karena kebetulan kantor gue itu lantai atasnya coffee shop. Gue sama anak-anak kantor pada waktu itu mulai patungan beli kettle, grinder, dan coffee beans buat konsumsi di kantor. Di momen itu juga, gue sama partner gue bikin company baru yang fokus untuk impor barang-barang kopi dari Cina.
Dari yang tadinya nyeduh cuma untuk konsumsi pribadi di rumah dan di kantor, di company ini akhirnya gue banyak terpapar alat-alat kopi dan mempelajari kopi lebih dalam lagi. Bahkan gue pernah bawa satu koper besar yang isinya barang-barang kopi naik kereta untuk gue pelajarin lagi di rumah dan nyoba-nyoba bikin sampai hampir tengah malam. Selain barang-barang kopi, di company ini kami juga nge-pairing sama biji kopi. Kami beli roasted coffee beans dari micro roastery, yang orangnya gue kenal, gue tahu roasting-annya, lalu kami white label. Jadi saat itu gue nggak cuma ngulik bikinnya aja, tapi gue juga harus tahu biji kopi ini prosesnya gimana, bisa diapain aja, dan potensinya seperti apa.
Karena kami nggak punya showroom, akhirnya kami berinisiatif untuk membuat pop-up di Pelant Nursery, karena kebetulan tempat itu gue juga yang ngerjain branding-nya. Kami bawa semua alat kopi yang kami impor serta beans yang kami jual. Nama Barsama ini baru kami dapat pas H-7 sebelum pop-up pertama ini, dan kami ambil dari gabungan nama brand, jadi cuma sebagai kata sambung awalnya.





Akhirnya pop-up pertama sukses, lanjut bikin yang kedua. Kami buka dari jam 10.00 sampai 18.00, nggak ada capeknya, malah happy banget karena bisa nyeduh dan ngobrol sama para customer. Kayak nemu sesuatu yang baru gitu. Sampai rumah pun masih senyum-senyum sendiri. Bahkan pas di pop-up kedua pun gue merasa kesenangan dan fulfillment-nya nggak menurun. Nggak lama kemudian, Open Door ngajakin buka tempat, dan akhirnya gue cabut dari company gue sebelumnya dan kemudian mulai reshaping konsep dan soul dari Barsama, kami refine lagi brand-nya, jadilah konsepnya seperti sekarang.
Setelah berjalan dua bulan, gue menyadari bahwa visi gue ke sini. Ternyata dari dulu gue yang mau selalu bareng-bareng sama semua orang akhirnya achieve di sini. Gue punya kanvas untuk kolaborasi dengan orang-orang yang dari dulu emang gue pengen ajak kolaborasi. Bukan hanya ke kolaborator ya, gue bahkan nggak melihat roastery atau coffee shop di sekitar sini sebagai saingan, kayak teman aja. At the end of the day, kalau industrinya naik, gue merasa kami juga pasti ikut naik, dan opportunity-nya jadi lebih besar juga. Ini juga salah satu kenapa nama kami Barsama, karena kami merasa kalau sendirian nggak akan jauh deh jalannya. Jadi setiap ada dari coffee shop mana nanya, “Ini bikinnya gimana sih?” Ya kami kasih tahu aja, kami nggak merasa itu sesuatu yang harus diumpetin. Kalaupun ada roastery, gue pasti akan explore juga. Gue datang ke tempat mereka, mereka punya beans apa, nanti mereka main juga ke sini. Jadi memang selalu seperti itu. Saling support.








Ada satu hal yang selalu gue tanamkan ke semua barista gue, gue pengen semua orang yang pulang dari sini punya satu experience atau cerita baru. Itu luas. Misalnya, ada orang yang ke sini baru tahu kalau ternyata bibir gelas tuh bisa mengubah persepsi baru rasa kopi. Atau ada orang yang baru tahu ternyata ada beans dari Cibeureum, Jawa Barat. Ada juga yang pulang dari sini dapat referensi coffee shop dekat rumahnya, jadi dia nggak usah jauh-jauh ke sini. Walaupun setelah berjalan dua bulan, gue nggak bisa menawarkan hal itu ke semua orang.
Sampai hari ini, gue merasa kesenangan itu masih ada, entah mungkin gue masih ada di fase honeymoon period, tapi setiap hari datang ke sini akhirnya menjadi rutinitas gue yang paling menyenangkan, walaupun gue masih mengerjakan kerjaan gue di luar ini ya. Tapi dengan gue datang ke sini tuh rasanya kayak mau main. Ketemu orang, nyeduh, ngobrol, nyobain beans baru, dan ini masih banyak beans yang ngantri untuk dicobain. Gitu aja terus tiap hari, seru!










Ini benar-benar seperti perjalanan hidup aja. Tahun lalu, kalau kita ditanya mungkin nggak kepikiran mau bikin Barsama. Kalau di-trackback tuh dari dulu journey hidup gue dan Silvi cukup ngalir aja, apapun yang ada di depan kami kok kayaknya klop ya. So far sih begitu. If it’s meant to be, then it’s meant to be. Mungkin kami berdua lebih sensitif terhadap apa yang meant to be di depan kami. Visi tetap ada, di path kami sebelum ini kami juga punya visi, tapi at the end of the day itu cuma alat bantu untuk kami ngejalanin day-to-day-nya. Misalnya ada yang nggak achieve, ya evaluasi aja, apa yang bisa kami perbaiki, mau itu di kantor korporasi atau yang lumayan informal seperti ini, sebenarnya kan cara kita ngobrol sama orang, dengan orang yang bekerja sama kita, cara kita manage bisnis, itu kan tetap evolving kan sebenarnya, dan value itu juga yang tetap kami bawa. Gue merasa dari dulu orangnya kalau bekerja harus fulfill dulu, money ya nomor dua. Gue dan Silvi merasa kami nggak butuh untung yang banyak, asal kami bisa tetap sustain.
Speaking of communities, kami juga merasa sangat beruntung karena Barsama berada di Open Door yang sangat design-centric, dan saat ini sedang merambah ke ranah lifestyle, makanya ada Housewarming Space dan Hey Folks, jadi kami merasa ada another form of communities gitu, bukan dari kopi tapi dari sisi kreatifnya. Barsama akhirnya jadi meeting point-nya, dan kami jadi kenal banyak orang dari lintas disiplin juga. Gue juga merasa Barsama nih kayak ada magisnya, bikin gue dan Silvi jadi me-recandle beberapa relationship kami ke orang-orang yang sudah lama nggak ketemu jadi nogbrol lagi. Punya kenalan baru yang akhirnya bisa kami ajak kolaborasi. Gue jadi wondering, orang lain merasa gini juga nggak ya? Kalo Barsama punya jiwa, mungkin akan sama deh kayak gue, ayo aja ngapain bareng-bareng, yang penting bersama. Apa karena namanya ya, nama kan doa. Hahaha.




Wawancara bersama Andyka Setiabudi & Silvia Isabella untuk First Two Hands, sebuah proyek fotografi oleh Agung Hartamurti yang menggali ritual, refleksi, dan koneksi manusia di balik secangkir kopi. Semua foto dan wawancara diambil di Barsama Coffee & Tea Collaborative Bar, Juli 2025. Follow akun Instagram: @barsama__ @first.two.hands